Buku karya : Ann Wan Seng
gak tau masih rahasia atau sudah banyak yang tau,,, tapi kita review dulu buku ini
Buku yang satu ini
merupakan buku yang menceritakan bagaimana orang Jepang bisa sesukses
sekarang ini. Menjadi salah satu bangsa di dunia yang memiliki resource (baik SDM maupun SDA) yang
terbatas akan tetapi mampu mencapai predikat sebagai negara maju
diantara negara di kawasan Asia yang pada umumnya adalah negara
berkembang.
Bagaimana bisa bangsa
yang tidak memiliki sumber daya alam yang cukup, punya fisik yang kecil,
kemampuan bahasa asing yang minim, dan sering mengalami gempa mampu
bersaing dan bahkan mampu menjadi bangsa yang berhasil dan berpengaruh
di dunia. Banyak penelitian di bidang sosioekonomi yang sering memakai
bangsa Jepang sebagai obyek penelitian dengan tujuan mengetahui faktor
yang menjadi penentu kesuksesan Jepang.
Pada
bagian awal buku ini, diceritakan tentang kebangkitan Jepang setelah
serangan Amerika Serikat dan sekutu. Betapa besar kebencian negara barat
dalam memerangi Jepang baik secara militer maupun secara sosial
ekonomi. Betapa porak-poranda keadaan saat itu. Hancur total oleh bom
atom/nuklir Amerika Serikat dan sekutu tidak memberikan keputus-asaan di
kalangan bangsa Jepang saat itu. Bangsa Jepang berpikir bagaimana cara
untuk secara cepat mengatasi krisis yang dihadapi. Inilah perbedaan
antara bangsa Jepang dengan bangsa lain. Disaat bangsa lain terlarut
dengan budaya konsumerisme dan hedonisme, bangsa Jepang berpikir ke
depan dengan menghemat resource yang tidak mereka miliki.
Mereka
mau belajar dari bangsa maju. Mereka menggunakan, mempelajari, dan
mengembangkan teknologi dan pengetahuan yang berasal dari negara-negara
maju. Mereka tidak malu di bilang sebagai negara peniru. Mereka secara
pintar meniru dan memodifikasi teknologi dari negara maju, dan
mengubahnya menjadi produk yang sesuai dan lebih praktis dibanding
dengan barang aslinya.
Langkah ini juga
diikuti oleh bangsa China. Mereka dengan giat membuat produk yang hampir
mirip dengan produk Jepang atau negara lain saat ini. Misalnya, sepeda
motor merk China sudah mulai mempenetrasi pasaran sepeda motor untuk
menyaingi produksi Jepang akan tetapi dengan harga yang jauh lebih
murah. Contoh lain, yaitu handphone TV yang sekarang lagi booming di Indonesia. Akan tetapi dari segi kualitas produk Jepang memang tidak dapat disaingi.
Selanjutnya dalam buku
ini diberikan penggambaran umum seputar tradisi maupun budaya yang ada
yang merupakan aset yang sangat penting sebagi penentu arah perkembangan
dan keberhasilan bangsa Jepang di kemudian hari. Salah satu dari budaya
Jepang tersebut adalah kedisiplinan. Kedisplinan memberikan banyak
manfaat bagi bangsa Jepang untuk mencapai suatu kesuksesan. Ditulis di
buku ini, para pekerja yang ada di Jepang masuk tepat waktu, tanpa
pengecualian apapun,bahkan saat malam hari sebelumnya mereka
bersenang-senang sampai larut malam dengan rekan kerja.
Sempat teringat saat
dulu pemerintah Indonesia membentuk suatu gerakan yang dinamakan Gerakan
Disiplin Nasional. Mungkin ini salah satu cara untuk meniru budaya
Jepang. Akan tetapi tidak mudah untuk membudayakan hal tersebut, dimana
budaya ini memang sama sekali langka di Indonesia. Pada akhirnya yang
tersisa adalah jaket atau kaus yang tertulis “Kader Gerakan Disiplin
Nasional” tanpa ada perubahan tindakan yang tercermin dari perilaku si
pemakainya.
Kebanggaan diri dan
harga diri orang Jepang sungguh tinggi. Mereka tidak suka menggunakan
bahasa lain selain bahasa mereka sendiri. Ini mungkin salah satu faktor
yang menyebabkan kenapa bangsa Jepang kurang pintar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Inggris. Di kota-kota yang ada di Jepang terdapat
papan-papan reklame dengan tulisan huruf hiragana atau kanji. Sedang reklame atau tulisan yang menggunankan bahasa Inggris tidak begitu banyak.
Hal ini sungguh
memberikan hambatan di saat bangsa Jepang ingin belajar teknologi dari
bangsa lain. Di satu sisi kebanggaan atas bangsa sendiri terlalu tinggi,
disisi lain keinginan untuk belajar dari bangsa barat juga diperlukan
untuk mengubah nasib menuju kesuksesan. Hal ini disiasati oleh
pemerintah Jepang dengan membentuk suatu departemen yang bertugas pokok
untuk menterjemahkan buku yang berasal dari negara lain ke dalam bahasa
Jepang. Jadi bukan hal yang mengejutkan lagi jika terdapat buku baru
yang tertulis di bahasa lain terbit, dalam seminggu atau kurang sudah
bisa didapatkan buku yang sama tertulis dalam bahasa Jepang.
Etika kerja orang
Jepang juga diceritakan sangat berbeda dengan budaya dan etika kerja
orang Barat. Di Jepang semakin seseorang merendahkan diri, maka semakin
tinggi seseorang tersebut mendapatkan penghormatan. Budaya persaingan
tidak terlalu mencolok di Jepang. Malahan budaya saling membantu adalah
yang ada di antara mereka. Dengan rela mereka mengorbankan kepentingan
diri disaat berhadapan dengan kepentingan organisasi/kelompok. Seperti
yang biasa diajarkan di sekolah di Indonesia dalam pelajaran PPKN. Namun
sungguh tidak teraplikasi, seperti biasa.
Hubungan antara atasan
dan bawahan merupakan hubungan sosial yang akrab. Tidak jarang atasan
mendapatkan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dari bawahan.
Atasan bisa dengan mudah memberikan jembatan antara pekerja kelas bawah
dengan stackholder sehingga mampu mengurangi bahkan meng-eliminir friksi yang mungkin ada di perusahaan.
Tingkat loyalitas
pekerja Jepang sungguh luar biasa. Mereka dengan rela mengorbankan waktu
pribadi untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawab tanpa
menuntut adanya uang lembur. Mereka bekerja dengan keras dan
menghasilkan produk yang sempurna tanpa banyak tuntutan gaji maupun
fasilitas. Mereka akan dengan sukarela berkorban untuk kepentingan
perusahaan sehingga tercapai tujuan yang menjadi visi bersama.
Hal ini sungguh sangat
kontras dibandingkan dengan yang terjadi sini. Pekerja cenderung
menuntut akan gaji dan fasilitas yang wah, sedangkan mereka belum
memberikan prestasi dan kontribusi yang sesuai. Contoh ekstrim adalah
saat jam kerja ada karyawan yang mencari lowongan pekerjaan dan menulis
surat lamaran plus ngeprint lamaran sekalian menggunakan fasilitas
Internet kantor untuk apply ke perusahaan lain. Hal ini adalah
iklim yang tidak baik. Karena bisa mempengaruhi pekerja lain, sehingga
menambah beban pikiran pekerja lain dan mengurangi kinerja perusahaan.
Akan tetapi pekerja
tidak bisa secara langsung disalahkan atas hal ini. Banyak atasan yang
hanya memikirkan profit dan kelangsungan hidup dari perusahaan tanpa
memperhitungkan karyawan sebagai aset yang juga tidak kalah penting.
Ke-kurang-sensitif-an pimpinan maupun bagian SDM yang ada akan
kebutuhan dasar karyawan sering menimbulkan permasalahan tersebut. Jadi
ya, masalah ini tidak akan begitu saja selesai dan hanya akan menjadi
lingkaran setan tanpa adanya good will dari pimpinan perusahaan.
Banyak fakta dan kisah
yang ada di dalam buku ini. Sekedar sebagai pengingat diri. Sekarang
tergantung kita bisa tidak mengambil hal yang positif yang ada dan
mengamalkannya. Kalo tidak ya cuma menjadi tulisan tak berguna di
sekumpulan kertas.
kalau mau download gratis EBOOK nya silah kan KLIK disini
Semoga Manfaat.
0 comments:
Post a Comment