Thursday, November 8, 2012


Buku karya : Ann Wan Seng

gak tau masih rahasia atau sudah banyak yang tau,,, tapi kita review dulu buku ini

Buku yang satu ini merupakan buku yang menceritakan bagaimana orang Jepang bisa sesukses sekarang ini. Menjadi salah satu bangsa di dunia yang memiliki resource (baik SDM maupun SDA) yang terbatas akan tetapi mampu mencapai predikat sebagai negara maju diantara negara di kawasan Asia yang pada umumnya adalah negara berkembang.
Bagaimana bisa bangsa yang tidak memiliki sumber daya alam yang cukup, punya fisik yang kecil, kemampuan bahasa asing yang minim, dan sering mengalami gempa mampu bersaing dan bahkan mampu menjadi bangsa yang berhasil dan berpengaruh di dunia. Banyak penelitian di bidang sosioekonomi yang sering memakai bangsa Jepang sebagai obyek penelitian dengan tujuan mengetahui faktor yang menjadi penentu kesuksesan Jepang.
Pada bagian awal buku ini, diceritakan tentang kebangkitan Jepang setelah serangan Amerika Serikat dan sekutu. Betapa besar kebencian negara barat dalam memerangi Jepang baik secara militer maupun secara sosial ekonomi. Betapa porak-poranda keadaan saat itu. Hancur total oleh bom atom/nuklir Amerika Serikat dan sekutu tidak memberikan keputus-asaan di kalangan bangsa Jepang saat itu. Bangsa Jepang berpikir bagaimana cara untuk secara cepat mengatasi krisis yang dihadapi. Inilah perbedaan antara bangsa Jepang dengan bangsa lain. Disaat bangsa lain terlarut dengan budaya konsumerisme dan hedonisme, bangsa Jepang berpikir ke depan dengan menghemat resource yang tidak mereka miliki.
Mereka mau belajar dari bangsa maju. Mereka menggunakan, mempelajari, dan mengembangkan teknologi dan pengetahuan yang berasal dari negara-negara maju. Mereka tidak malu di bilang sebagai negara peniru. Mereka secara pintar meniru dan memodifikasi teknologi dari negara maju, dan mengubahnya menjadi produk yang sesuai dan lebih praktis dibanding dengan barang aslinya.
Langkah ini juga diikuti oleh bangsa China. Mereka dengan giat membuat produk yang hampir mirip dengan produk Jepang atau negara lain saat ini. Misalnya, sepeda motor merk China sudah mulai mempenetrasi pasaran sepeda motor untuk menyaingi produksi Jepang akan tetapi dengan harga yang jauh lebih murah. Contoh lain, yaitu handphone TV yang sekarang lagi booming di Indonesia. Akan tetapi dari segi kualitas produk Jepang memang tidak dapat disaingi.
Selanjutnya dalam buku ini diberikan penggambaran umum seputar tradisi maupun budaya yang ada yang merupakan aset yang sangat penting sebagi penentu arah perkembangan dan keberhasilan bangsa Jepang di kemudian hari. Salah satu dari budaya Jepang tersebut adalah kedisiplinan. Kedisplinan memberikan banyak manfaat bagi bangsa Jepang untuk mencapai suatu kesuksesan. Ditulis di buku ini, para pekerja yang ada di Jepang masuk tepat waktu, tanpa pengecualian apapun,bahkan saat malam hari sebelumnya mereka bersenang-senang sampai larut malam dengan rekan kerja.
Sempat teringat saat dulu pemerintah Indonesia membentuk suatu gerakan yang dinamakan Gerakan Disiplin Nasional. Mungkin ini salah satu cara untuk meniru budaya Jepang. Akan tetapi tidak mudah untuk membudayakan hal tersebut, dimana budaya ini memang sama sekali langka di Indonesia. Pada akhirnya yang tersisa adalah jaket atau kaus yang tertulis “Kader Gerakan Disiplin Nasional” tanpa ada perubahan tindakan yang tercermin dari perilaku si pemakainya.
Kebanggaan diri dan harga diri orang Jepang sungguh tinggi. Mereka tidak suka menggunakan bahasa lain selain bahasa mereka sendiri. Ini mungkin salah satu faktor yang menyebabkan kenapa bangsa Jepang kurang pintar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Di kota-kota yang ada di Jepang terdapat papan-papan reklame dengan tulisan huruf hiragana atau kanji. Sedang reklame atau tulisan yang menggunankan bahasa Inggris tidak begitu banyak.
Hal ini sungguh memberikan hambatan di saat bangsa Jepang ingin belajar teknologi dari bangsa lain. Di satu sisi kebanggaan atas bangsa sendiri terlalu tinggi, disisi lain keinginan untuk belajar dari bangsa barat juga diperlukan untuk mengubah nasib menuju kesuksesan. Hal ini disiasati oleh pemerintah Jepang dengan membentuk suatu departemen yang bertugas pokok untuk menterjemahkan buku yang berasal dari negara lain ke dalam bahasa Jepang. Jadi bukan hal yang mengejutkan lagi jika terdapat buku baru yang tertulis di bahasa lain terbit, dalam seminggu atau kurang sudah bisa didapatkan buku yang sama tertulis dalam bahasa Jepang.
Etika kerja orang Jepang juga diceritakan sangat berbeda dengan budaya dan etika kerja orang Barat. Di Jepang semakin seseorang merendahkan diri, maka semakin tinggi seseorang tersebut mendapatkan penghormatan. Budaya persaingan tidak terlalu mencolok di Jepang. Malahan budaya saling membantu adalah yang ada di antara mereka. Dengan rela mereka mengorbankan kepentingan diri disaat berhadapan dengan kepentingan organisasi/kelompok. Seperti yang biasa diajarkan di sekolah di Indonesia dalam pelajaran PPKN. Namun sungguh tidak teraplikasi, seperti biasa. :P
Hubungan antara atasan dan bawahan merupakan hubungan sosial yang akrab. Tidak jarang atasan mendapatkan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dari bawahan. Atasan bisa dengan mudah memberikan jembatan antara pekerja kelas bawah dengan stackholder sehingga mampu mengurangi bahkan meng-eliminir friksi yang mungkin ada di perusahaan.
Tingkat loyalitas pekerja Jepang sungguh luar biasa. Mereka dengan rela mengorbankan waktu pribadi untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawab tanpa menuntut adanya uang lembur. Mereka bekerja dengan keras dan menghasilkan produk yang sempurna tanpa banyak tuntutan gaji maupun fasilitas. Mereka akan dengan sukarela berkorban untuk kepentingan perusahaan sehingga tercapai tujuan yang menjadi visi bersama.
Hal ini sungguh sangat kontras dibandingkan dengan yang terjadi sini. Pekerja cenderung menuntut akan gaji dan fasilitas yang wah, sedangkan mereka belum memberikan prestasi dan kontribusi yang sesuai. Contoh ekstrim adalah saat jam kerja ada karyawan yang mencari lowongan pekerjaan dan menulis surat lamaran plus ngeprint lamaran sekalian menggunakan fasilitas Internet kantor untuk apply ke perusahaan lain. Hal ini adalah iklim yang tidak baik. Karena bisa mempengaruhi pekerja lain, sehingga menambah beban pikiran pekerja lain dan mengurangi kinerja perusahaan.
Akan tetapi pekerja tidak bisa secara langsung disalahkan atas hal ini. Banyak atasan yang hanya memikirkan profit dan kelangsungan hidup dari perusahaan tanpa memperhitungkan karyawan sebagai aset yang juga tidak kalah penting. Ke-kurang-sensitif-an pimpinan maupun bagian SDM yang ada akan kebutuhan dasar karyawan sering menimbulkan permasalahan tersebut. Jadi ya, masalah ini tidak akan begitu saja selesai dan hanya akan menjadi lingkaran setan tanpa adanya good will dari pimpinan perusahaan.
Banyak fakta dan kisah yang ada di dalam buku ini. Sekedar sebagai pengingat diri. Sekarang tergantung kita bisa tidak mengambil hal yang positif yang ada dan mengamalkannya. Kalo tidak ya cuma menjadi tulisan tak berguna di sekumpulan kertas.

kalau mau download gratis EBOOK nya silah kan KLIK disini 

Semoga Manfaat.

0 comments:

Post a Comment